Jumat, 05 Februari 2010

Pelajaran dari Kejatuhan Sub-prime Mortgage di AS dan Perkembangan Sukuk (Islamic Bond)

Surat kabar di Amerika Serikat (AS) setiap hari membicarakan tentang kejatuhan dari Bear Stearns, Bank Investasi terbesar ke-5 di AS. Mungkin para investor atau publik AS tidak habis pikir koq suatu bank yang telah berusia 85 (didirikan tahun 1923) bisa ambruk, padahal tahun lalu (Juli 2007) saham nya masih laku $ 143 (International Herald Tribune, 4 Oktober 2007), bahkan sampai saat ini pun ada karyawan Bank Stearns yang mengatakan yang terjadi terhadap Bank Bear Stearns adalah perampokan. Nampaknya kondisi Bear Stearns sudah ‘koma’, buktinya J P Morgan tega hanya menawarkan untuk membeli saham Bear Stearns per lembarnya $2 pada mulanya. Dan akhirnya dengan dukungan dana the Fed (Federal Reserve) J P Morgan jadi membeli saham Bear Stearns per lembarnya $ 10. Hampir dipastikan di sini terjadi lagi penciptaan uang (printed money) yang ujung-ujungnya akan meningkatkan angka inflasi. Dampaknya tentu harga barang cenderung mengalami peningkatan dan daya beli menurun.

Kejatuhan Bear Stearns sudah dapat dipastikan diakibatkan krisis Sub-prime Mortgage di AS. Sekitar 45 % penghasilan Bear Stearns berasal dari divisi penghasilan tetap, dan Bear Stearns mengambil kesempatan atas boom perumahan dan menjadi underwriter mortgage-backed bonds (International Herald Tribune, 4 Oktober 2007). Sebelumnya di Inggris Mortgage bank terbesar nomor 5, Northern Rock juga collapse, karena tidak cukup dana tunai (krisis likuiditas) ketika di rush para nasabahnya, yang kehilangan kepercayaan pada bank ini. Northern Rock kini di-nasionalisasi-kan oleh pemerintah Inggris yang sebelumnya melalui Bank of England telah meminjamkan dana lebih dari 25 billion pound untuk menyelamatkan Northern Rock Bank ( telegraph.co.uk ., 20/12/2007). The Financial Services Authority (FSA) yang bertanggung jawab sebagai regulator London City Financial District menemukan bahwa regulasi atas bank “tidak dijalankan sesuai dengan standar yang patut” dan telah gagal memantau secara cukup dekat Manajemen Risiko Northern Rock (AFP, 26 Maret 2008). Hal ini menunjukkan kejatuhan Northern Rock juga dikontribusikan oleh kelalaian dari regulator di dalam melaksanakan tugasnya dengan baik.

Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) belum lama ini menyatakan 85 persen sukuk yang beredar di dunia tidak sesuai dengan prinsip syariah (Republika, 24 Maret 2008). Berita ini tentu mengejutkan, syukurlah kepercayaan masyarakat Islam dunia atas Sukuk tidaklah berkurang, sehingga tidak ada rush dan tidak perlu ada korban. Bagaimana dengan Sukuk (Islamic Bond) yang sekarang ini lagi trend di dunia sebagai sumber pendanaan, terutama di Malaysia yang banyak dipakai untuk mendanai real-estate project, infrastruktur dan juga sektor bisnis retail. Amankah investor Sukuk?

Ketika orang Amerika, Inggris ramai-ramai membeli Mortgage-backed securities (MBS) atau Collateralized debt obligation (CD)) yang underlying asset-nya adalah Sub-prime Mortgage, mereka percaya bahwa harga-harga rumah terus akan mengalami kenaikan sehingga asset yang dijadikan jaminan adalah aman. Tapi apa yang terjadi setelah kredit macet (sub-prime mortgage) menyerbu besar-besaran sektor perumahan ini, bank-bank mulai melakukan penyitaan terhadap rumah-rumah dari peminjam yang tidak sanggup lagi mencicil kewajibannya. Akibatnya harga-harga rumah berjatuhan. Hal ini juga diperparah karena untuk mendapatkan kredit baru menjadi lebih sulit, sehingga daya beli masyarakat terhadap rumah pun lebih berkurang, lagi.

Kembali kepada perkembangan sukuk, tatkala perekonomian berjalan baik, normal, underlying asset Sukuk aman-aman saja dan tetap memberikan keuntungan, sehingga bank atau korporat tetap membagikan bagi hasil kepada investor sukuk. Pertanyaannya bagaimana kalau terjadi krisis finansial lagi, apakah bank atau perusahaan-perusahaan yang menerbitkan sukuk mampu memberikan tingkat keuntungan yang menjanjikan?. Kalau keuntungan tidak lagi di dapat, dan mungkin bahkan ada perusahaan yang gagal bayar atas Sukuk yang jatuh tempo, maka kepercayaan masyarakat akan berkurang, mengingat masyarakat yang sebelumnya sudah terbiasa dininakbobokkan dengan bagi hasil atas keuntungan yang relatif lebih besar bila dibandingkan dengan bunga deposito.

Untuk itulah ijin yang diberikan kepada pihak yang akan menerbitkan Sukuk haruslah melalui kajian yang seksama, disamping terpenuhi nya prinsip syariah juga harus dinilai kelayakannya. Setelah itu harus jelas siapa yang memang mampu bertugas untuk mengawasi dengan ketat atas penggunaan uang yang didapat dari hasil penjualan Sukuk tersebut. Benarkah penggunaannya sesuai dengan prospektus, dan untuk kepentingan sektor riil, tidak dialihkan ke sektor lain yang bukan merupkan core bisnis nya atau ke sektor finansial.

Terutama bank yang mengeluarkan Sukuk haruslah mendapatkan pengawasan dari bank sentral, karena akan memberikan kemampuan bank untuk melipatgandakan dalam penyaluran pinjaman/pendanaan, dan kesempatan bank untuk melakukan penciptaan uang (fiat money1) begitu besar sebagai akibat diberlakukannya peraturan Fractional-reserve banking2. Fiat money yang melebihi kemampuan sektor riil akan senantiasa mengakibatkan inflasi permanen. Daya beli uang selalu mengalami penurunan, sehingga yang bergaji tetap dan rakyat kebanyakan terus menjadi semakin miskin. Belum ditambah harga bahan bakar yang berkecenderungan mengalami kenaikan. Angka pengangguran di AS meningkat drastis setelah terjadi krisis sub-prime mortgage yang tidak tahu persis kapan akan berakhir, dan terutama di sektor keuangan telah terjadi Pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran. Resesi yang terjadi di AS bukan tidak mungkin akan menjalar terus dan juga berdampak ke Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar